1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara, tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
2. Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
4. Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
Salah satu pihak meninggal
Salah satu pihak bangkrut
Pembaharuan utang (novasi)
Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
Pewarisan
Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase:
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran.
Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:
putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tsb diterima oleh MA.
Sumber :
https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/
Jumat, 12 Mei 2017
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
A. Pengertian
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
B. Asas dan Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6. Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7. Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
D. Perjanjian yang Dilarang
1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
E. Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/asas-dan-tujuan-monopoli/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/kegiatan-yang-dilarang/
http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/11/perjanjian-yang-dilarang-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
Perlindungan Konsumen
A. PENGERTIAN
KONSUMEN
Konsumsi, dari bahasa Belanda
consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan
daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan
dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Lebih
lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konsumen, yakni konsumen antara
dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan
pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk
diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Pengertian Konsumen menurut Philip
Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu
dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi
pribadi.
Pengertian Konsumen Menurut
UU Perlindungan Konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri
atas:
1.
Konsumen dalam arti umum, yaitu
pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan
tertentu.
2.
Konsumen antara, yaitu pemakai,
pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen)
menjadi barang /jasa lain atau untuk memperdagangkannya (distributor), dengan
tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha; dan
3.
Konsumen akhir, yaitu pemakai,
pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Sedangkan pengertian Konsumen
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.”
Jadi, Konsumen ialah
orang yang memakai barang atau jasa guna untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhannya. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan pada golongan besar suatu
rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah
Tangga Produksi (RTP)
B.
TUJUAN DAN ASAS PERLINDUNGAN
KONSUMEN
·
Tujuan
Dari uraian diatas kami akan
menjelaskan alasan kenapa begitu pentingnya hukum perlindungan konsumen ini,
seperti dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3,
disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.
Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan /
atau jasa;
3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen
dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.
Menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi;
5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
6.
Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
·
Asas Perlindungan Konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima
asas perlindungan konsumen.
1. Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
2. Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti material maupun spiritual.
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan
dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
C.
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
·
Hak-hak
Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah
hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar
orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika
adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari
akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan
hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari
bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
J.F
Kennedy menentukan ada empat Hak Dasar konsumen, adalah sebagai berikut:
a. Hak memperoleh keamanan (the
tight to safety);
b. Hak memilih (the right to
choose);
c. Hak mendapat informasi (the
right to be informed);
d. Hak untuk didengar (the
right to be heard).
Adapun sesuai Hak
konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Undang-undang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak- hak konsumen yang
dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam masalah etis seputar konsumen
sangat diperlukan.
·
Kewajiban
Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.
Membaca atau mengikuti petunjuk
informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa;
3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar
yang disepakati;
4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
D. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
·
Hak Produsen (pelaku
usaha/wirausahawan)
Seperti halnya konsumen, pelaku
usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. Hak
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.
3. Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
4.
Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
·
Kewajiban produsen
1.
Beritikad baik dalam kegiatan usahanya
2.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan
3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
4.
Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu dan/atau jasa yang berlaku
5.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
6.
Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7.
Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian bila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila diperhatikan dengan seksama,
tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan
kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan
hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila dibandingkan dengan ketentuan
umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih
spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha
dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif,
tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
E.
PERBUATAN
YANG DILARANG DILAKUKAN OLEH SEORANG PELAKU USAHA
Pelaku usaha dilarang menawarkan
jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak
membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 8).
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan
atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan
atau jasa lain (pasal 9).
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau
menyesatkan mengenai (Pasal 10)
Pelaku usaha dilarang menawarkan,
mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang
dijanjikannya (pasal 13).
Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan
hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
a. Tidak melakukan penarikan hadiah
setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. Mengumumkan hasilnya tidak
melalui media massa;
c. Memberikan hadiah tidak sesuai
dengan yang dijanjikan;
d. Mengganti hadiah yang tidak
setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan. (pasal 14)
F.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemberian ganti rugi dilaksanakan
dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Pemberian ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan
pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
G.
SANKSI-SANKSI
·
Sanksi Perdata
Ganti rugi dalam bentuk :
·
Pengembalian uang
·
Penggantian barang
·
Perawatsan keehatan, dan/atau
·
Pemberian santunan
·
Ganti rugi diberikan dalam tenggang
waktu 7 hari setelah tanggal transaksi.
·
Sanksi Administrasi
Maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
·
Sanksi Pidana
·
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1)
huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
·
Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan
17 ayat (1) huruf d dan f
Ø Ketentuan pidana lain (di
luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika
konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Ø Hukuman tambahan , antara
lain :
Ø Pengumuman keputusan Hakim
Ø Pencabuttan izin usaha;
Ø Dilarang memperdagangkan
barang dan jasa ;
Ø Wajib menarik dari peredaran
barang dan jasa;
Ø Hasil Pengawasan disebarluaskan
kepada masyarakat .
Sumber :
http://ranggiwirasakti.blogspot.com/2012/11/prinsip-prinsip-dalam-hukum.html
https://id-id.facebook.com/notes/mutiara-hikmah-dari-al-quran-dan-assunnah/kisah-sahabat-sahabat-rosululloh-saw-asma-binti-abu-bakar/292081947489405
http://kusmianto.mhs.narotama.ac.id/2013/12/23/etika-perlindungan-konsumen/
http://handayani.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29660/PERLINDUNGAN+KONSUMEN.(MAHASISWA).doc
http://fadhilhadzamimuhammad.blogspot.com/2013/06/perlindungan-konsumen.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnalhukumunsrat/article/download/1261/1029
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35123/3/Chapter%20ll.pdf
Macam - Macam HAKI
A.
Hak
Cipta
Hak cipta (lambang internasional adalah hak
eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya
seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup
puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak
kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan
intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan
invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan
sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya
mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak
mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud
atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang
berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak
menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh
tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan
atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
B.
Hak
Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan Inventor
(yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut,
adalah):
Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan
ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
Inventor adalah seorang yang secara sendiri
atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan
ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa inggris
patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk
pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat
keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada
individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri,
konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan
masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode
tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan
invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Contoh Kasus Hak Petan
LONDON. Perusahaan telekomunikasi Inggris
British telecoms firm (BT), menggugat Google Inc karena dianggap mencuri enam
paten miliknya. Gugatan BT terpusat pada teknologi yang dikembangkan Google
yaitu sistem Android dan sistem mesin pencarian.
"Kami menempuh jalur hukum untuk melawan
Google dengan menyerahkan gugatan kepada Pengadilan Distrik Delaware karena
pencurian paten," demikian pernyataan BT.
Gugatan, dilayangkan demi melindungi
investasi BT dalam hak kekayaan intelektual dan inovasinya. “Gugatan ini penuh
pertimbangan dan kami yakin ada kasus pencurian paten yang kuat," lanjut
manajemen BT.
Langkah yang ditempuh BT memperpanjang
sejumlah gugatan pada Android di antaranya berasal dari Apple, Microsoft,
Oracle dan beberapa perusahaan lain.
BT mengklaim selama dua dekade terakhir telah
melakukan investasi besar dalam bidang teknologi telepon genggam serta layanan
terkait. Hingga saat ini BT mengaku memiliki 5.600 paten maupun yang sedang
dalam pengajuan hak paten.
Beberapa paten yang menurut BT telah diambil
Google adalah sistem Android, situs jejaring sosial Google+, buku internet,
peta, Gmail, sistem manajemen iklan Double-click maupun program pendaftaran
iklan Adwords dan layanan lainnya.
C.
Hak
Merek
Merek atau merek dagang adalah nama atau
simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti
psikologis/asosiasi.
- Merek dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada
barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis
lainnya.
- Merek jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada
jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
- Merek kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan
pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan
oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yang
dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih
suatu produk, karena merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk
(kemasannya), melainkan juga merek termasuk yang ada di dalam hati konsumen dan
bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama
atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu.
Tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan
produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk
membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan
usaha lain.[butuh
Merek merupakan kekayaan industri yang
termasuk kekayaan intelektual.
Secara konvensional, merek dapat berupa nama,
kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur
tersebut.
Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah
sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek
bersangkutan dan dapat diperpanjang, selama merek tetap digunakan dalam
perdagangan.
Fungsi merek
- Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
- Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
- Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
- Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
Fungsi pendaftaran
- Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan.
- Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.
- Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis.
D.
Desain Industri
Indonesia adalah salah satu anggota WTO (World
Trade Organization) yang di dalamnya menyangkut TRIPs Agrement (Trade Relatred
Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade Inn Counterfied Goods),
wajib mengharmoniskan sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dengan
mematuhi standar-setndar internasional sesuai TRIPs. Salah satu kewajiban dalam
TRIPs Agrement adalah indonesia harus memiliki peraturan dan ketentuan hukum
yang dapat melindungi karya-karya di bidang desain industri. Maka di Indonesia
pengaturan mengenai perlindungan desain industri diatur dalam UU No. 31 tahun
2000 tentang desain industri.
Menurut ketentuan pasal 1 ayat (1) UU No. 31
tahun 2000 tentang desain industri yang dimaksud dengan desain Industri ialah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau
garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua
dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Merujuk pada definisi diatas maka,
karakteristik desain industri itu dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan keduaya
- Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi
- Bentuk tersebut harus pula memberikan kesan estetis
- Kesemuanya itu harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan
Berdasarkan undang-undang ini, perlindungan
suatu desain diberikan untuk bentuk fitur-fitur bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis dan warna, atau kombinasinya yang diterapkan pada suatu produk
atau barang, baik yang bersifat untuk rumah tangga, ornamental, utilitarian
atau industri merupakan contoh produk-produk atau barang dimana suatu desain
industri dapat diterapkan.
Menurut pasal 2 UU No.31 thun 2000 tentang
Desain Industri, yang mendapat perlindungan desain industri ialah :
- Hak Desain Industri diberikan untuk Desain industri baru
- Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya
- Pengungkapan sebelumnya, sebgaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pengungkapan desain industri yang sebelum :
- Tanggal penerimaan;atau
- Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan prioritas; telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau diluar Indonesia
Dalam pasal 3 UU No.31 tahun 2000 tentang
desain industri dijelaskan bahwa suatu desain industri tidak dianggap telah
diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal
penerimaannya, desain industri tersebut :
- Telah dipertunjukan dalam suatu pameran nasionak maupun internasional di indonesia atau di luar indonesia yang resmi atau diakui resmi;atau
- Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangkapercobaan dengan tujuan pendidikan,penelitian dan pengembangan
Subyek dalam desain industri adalah pendesain
atau yang menerima hak tersebut dari pendesain. Pendesain menurut ketentuan
pasal 1 ayat (2) UU No.31 tahun 2000 tentang desain industri dalah seorang atau
beberapa orang yang menghsilkan suatu desain industri. Perlindungan desain
industri dapat di peroleh melalui sistem pendaftaran, dimana seorang pendesain
memperoleh perlindungan hukum atas karyanya atau memperoleh hak desain industri
apabila pihaknya telah mendaftarkan karya desainnya tersebut pada Direktorat
Jendral HKI sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada pada UU No.31
tahun 2000 tentang desain industri.
Contoh produk yang mendapat perlindungan dari
UU No. 31 tahun 2000 tentang desain industri adalah produk-produk dari desain
grafis, desain interior dan segala produk yang memenuhi kriteria unsur-unsur
dari desain industri.
Dalam Bab sebelumnya (Pendahuluan) diatas,
Suyatno mendefinisikan desain grafis sebagai, “Aplikasi dari keterampilan seni
dan komunikasi untuk kebutuhan bisnis dan industri”, sebab karya desain grafis
pada hakikatnya merupakan buah pikir dari serangkaian proses kreatif setelah
melalui beberapa tahap layout secara komperhensif. Karya desain biasanya
identik dengan stlye seseorang dalam menghasilakan karya, yang tidak lain merupakan
produk kekayaan intelektual pendesain yang patut untuk di lindungi. Hak-hak
atas kekayaan intelektual sebagai produk hukum disisi lain berupaya melindungi
produk grafis atas penciptaan sorang pendesain melalui perangkat UU No.31 tahun
2000 tentang desain industri.
E.
Rahasia
Dagang
Pengertian Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis
dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 1
Undang-Undang Rahasia Dagang (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000)yang berbunyi,
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Lingkup perlindungan
rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan,
atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila
informasi itu:
- Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,
- Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
- Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang
dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah
izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada
pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia
dagang apabila:
• Mengungkap untuk
kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat,
• Rekayasa ulang atas
produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang
dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang
bersangkutan.
Perkembangan Pengaturan Rahasia Dagang
Pengaturan tentang rahasia
dagang di Indonesia masih baru. Dasar dari pengaturan ini adalah
diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade Organization
(persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagang Dunia atau WTO) yang
mencakup juga Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 sehingga
perlu diatur tentang rahasia dagang. Di Indonesia rahasia dagang diatur pertama
kali melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang. Pada
awalnya perlindungan hukum menyangkut segala bentuk praktek-praktek persaingan
tidak sehat telah diatur oleh rambu-rambu dan norma-norma pada Pasal 1365
KUHPerdata dan Pasal 382 bis KUHP.
Namun kemudian menjadi
masalah setelah tentang hal itu dikemas sebagai produk kekayaan
intelektual. Ini berarti konsep unfair competition sebagai hukum yang
bersifat umum lebih dipersempit atau difokuskan kepada hukum yang
melindungi adanya praktek curang bermotif komersial. Kebuthan itu
diformulasikan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa undang-undang rahasia dagang ini juga
melengkapi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Lingkup Rahasia Dagang
Subyek
Rahasia dagang adalah pemilik rahasia dagang. Pemilik rahasia dagang memiliki
hak untuk :
- Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
- Memberi lisensi kepada pihak lain atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Obyek ruang
lingkup rahasia dagang menurut undang-undang No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di
bidang tekhnologi dan/atau
bisnisyang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. Misalnya
Coca-cola menggunakan rahasia dagang yaitu informasi teknik senyawa untuk
melindungi formulanya, bukan paten. Hal ini untuk menghindari adanya batas waktu.
Kalau formula dilindungi hak paten maka, akan berakhir paling lama 20
tahun. Pada saat ini usia Coca Cola sudah lebih dari 100 tahun, hak ini
karena formulanya dilindungi dengan rahasia dagang. Metode produksi
misalnya teknologi pemrosesan anggur, formula ramuan rokok. Di bidang lain,
misalnya informasi non teknik. Data mengenai pelanggan, data analisis,
administasi keuangan, dll.
Lama Perlindungan
Beberapa alasan/keuntungan penerapan
Rahasia Dagang dibandingkan Paten adalah karya intelektual tidak memenuhi
persyaratan paten, masa perlindungan yang tidak terbatas, proses perlindungan
tidak serumit dan semahal paten, lingkup dan perlindungan geografis lebih
luas.Namun, tanpa batas waktu ini mempunyai syarat yaitu sebagaimana
tercantum dalam Pasal 3 yaitu bahwa rahasia dagang dilindungi bila informasi
tersebut masih bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga
kerahasiaannya melalui upaya semestinya. Ketiga syarat yang harus dipenuhi itu
dapat diuraikan sebagai berikut.
- Bersifat rahasia apabila informasi itu hanya diketahui oleh orang-orang terbatas.
- Informasi mempunyai nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha atau bisnis yang komersial atau mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya.
- dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak.
Pelanggaran dan Sanksi
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan dan mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau
mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang
yang bersangkutan, atau pihak lain yang memperoleh/menguasai Rahasia Dagang
tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Prosedur Perlindungan
Untuk mendapat perlindungan Rahasia Dagang
tidak perlu diajukan pendaftaran (berlangsung secara otomatis), karena
undang-undang secara langsung melindungi Rahasia Dagang tersebut apabila
informasi tersebut bersifat rahasia, bernilai ekonomis dan dijaga
kerahasiaannya, kecuali untuk lisensi Rahasia Dagang yang diberikan.
Lisensi Rahasia Dagang harus dicatatkan ke Ditjen. HKI - DepkumHAM.
Pengalihan Hak dan
Lisensi
Hak atas Rahasia Dagang seperti hak atas
kekayaan intelektual yang lain, merupakan benda bergerak tidak berwujud oleh
karenanya dapat beralih atau dialihkan dengan :
a. Pewarisan
b. Hibah
c. Wasiat
d. Perjanjian
tertulis atau
e. Sebab-sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Pengalihan Hak Rahasia Dagang wajib
didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Lisensi adalah
izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui
suatu perjanjian berdasarkan pada pembelian hak (izin) untuk menikmati manfaat
ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu
tertentu dan syarat tertentu. Perjanjian pemberian lisensi/izin pada pihak lain
untuk mempergunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu untuk
kepentingan yang bersifat komersial harus dibuat secara tertulis dan
didaftarkan/dicatatkan pada Direktorat Jenderal HKI. Perjanjian lisensi
dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian di Indonesia atau
yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendaftaran
Permohonan Rahasia Dagang
Hak kepemilikan rahasia dagang tidak perlu
melalui prosedur pendaftaran. Kecuali pengalihan haknya.
Litigasi dan
Penyelesaian Sengketa Rahasia Dagang
Pemilik Hak
Rahasia Dagang atau penerima lisensi dapat menggugat siapa saja yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana diatur pada Pasal 4 yaitu
menggunakan rahasia dagang dan atau memberi lisensi kepada orang lain,
atau mengungkapkan rahasia dagang kepada pihak ketiga untuk kepentingan
komersial dengan gugatan ganti rugi dan atau minta penghentian tindakan yang
dilakukan sesuai Pasal 4.
Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri,
dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimum 2 tahun penjara dan atau denda
maksimum Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Tindak pidana Rahasia
Dagang merupakan delik aduan. **
Contoh kasus
Hitachi Digugat Soal
Rahasia Dagang
Bisnis Indonesia, Suwantin Oemar, 21 Oktober
2008
JAKARTA: PT Basuki Pratama Engineering
mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Bekasi terhadap PT
Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127 miliar, karena diduga
melanggar rahasia dagang.
Selain PT Hitachi
Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang dijadikan sebagai
tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas sebagai mantan
Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono tergugat III,
Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat Widiastanto
tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat VIII,
Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.
Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT Basuki
Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan pada 28
November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan itu
dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan metode
produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.
PT BPE bergerak dalam bidang produksi
mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin pengering kayu.
Penggugat, katanya, adalah
pemilik dan pemegang hak atas rahasia dagang metode produksi dan metode
penjualan mesin boiler di Indonesia "Metode proses produksi itu sifatnya
rahasia perusahaan," katanya.
Dia menjelaskan bahwa tergugat IV sampai
dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para
tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan
tergugat PT HCMI.
Tergugat, katanya, sekitar
tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan
menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama
ini menjadi rahasia dagang PT BPE.
PT BPE, menurutnya, sangat keberatan dengan
tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama
memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode
penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak.
Bayar ganti rugi
"Para tergugat wajib
membayar ganti rugi immateriil dan materiil sekitar Rp127 miliar atas
pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".
Sebelumnya, PT BPE juga menggugat PT HCMI
melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus pelanggaran desain industri
mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis hakim Namun, PT HCMI
diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat.
Sementara itu, kuasa hukum PT HCMI, Otto
Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran rahasia dagang oleh PT BPE terhadap
mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada prinsipnya sama dengan pengaduan
ataupun gugatan BPE sebelumnya.
Gugatan itu, menurut Otto
Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima Bisnis, dilandasi oleh tuduhan BPE
terhadap mantan karyawannya bahwa mereka telah mencuri rahasia dagang berupa
metode produksi dan metode penjualan mesin boiler.
Padahal, ujarnya, mantan karyawan BPE yang
memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk mencari dan mendapatkan
penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja, dan sama sekali tidak
melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun peraturan perusahaan BPE. Bahkan,
menurutnya, karyawan itu telah banyak memberikan kontribusi terhadap BPE dalam
mendesain mesin boiler.
Dia menjelaskan konstitusi
dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi pekerja,
termasuk hak untuk pindah kerja.HCMI optimistis gugatan BPE tersebut tidak
berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap objektif, sehingg
gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnyaSumber :
Wikipedia Ensiklopedi
http://achielmuezza.blogspot.co.id/2013/05/rahasia-dagang-danontoh-kasusnya.html
http://agustinmahardika.blogspot.co.id/2011/10/desain-industri-haki.html
Langganan:
Postingan (Atom)